A. PENDAHULUAN
A.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang
majemuk yang terdiri dari beribu pulau, bahasa, suku dan budaya, serta agama.
Oleh karena dengan begitu majemuknya negara kita ini, Indonesia sangat rawan
akan terjadinya konflik baik antar suku, budaya maupun agama, serta antar
kepentingan politik para politikus negeri ini. Untuk mengantisipasi dan
menangani terjadinya konflik-konflik tersebut, negara Indonesia harus memiliki
ideologi, pedoman dan acuan yang dapat selaras dengan kehidupan semua warga
negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara agar dapat
senantiasa menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman, tertib,
makmur dan sejahtera.
Indonesia memiliki ideologi, pedoman,
dan acuan untuk menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman,
tertib, makmur dan sejahtera yaitu dengan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan serta
dengan mewujudkan suatu Keadian sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang
kemudian kita kenal dengan sebutan “Pancasila”.
Kita baru saja melaksanakan pesta
demokrasi terbesar yaitu Pemilihan Presiden Republik Indonesia, namun kita tahu
bahwa pelaksanaan persta demokrasi tersebut diwarnai oleh hal-hal yang tidak
sesuai dengan Pancasila. Kampanye Gelap (Black Campaign) yang akhirnya berujung
pada terbelahnya masyarakat menjadi dua kubu besar yang saling bersitegang
saling mengunggulkan jagoan mereka masing-masing dan berusaha saling menjatuhkan
lawan adalah salah satu contoh pelanggaran Sila Pancasila yang ke-3 yaitu
Persatuan Indonesia.
A.2
Rumusan Masalah
Bagaimana
Pelaksanaan Sila Pancasila dalam Kehidupan Parlemen Hasil Pemilu 2014?
A.3
Tujuan
Tujuan
saya membahas permasalahan ini agar kita, semua warga negara Indonesia dapat
menjalankan kehidupan parlemen hasil pemilu 2014 yang sesuai dengan sila-sila
pancasila.
B. PEMBAHASAN
Parlemen adalah sebuat badan
legislatif, khususnya di negara-negara yang sistem pemerintahannya berdasarkan
sistem Westminster dari Britania Raya.
Parlemen terdiri dari beberapa kamar
atau majelis, dan biasanya berbentuk unikameral atau bikameral meskipun
terdapat beberapa model yang lebih rumit.
1.
Sistem Unikameral yaitu badan legislatif hanya satu
majelis yag langsung mewakili rakyat.
Keuntungan
:
a.
Lebih sederhana sehingga biaya yang harus dikeluarkan
negara lebih murah.
b.
Efisiensi kerja dalam lapangan perundang-undangan lebih
besar.
c.
Pertanggungjawaban ada apadanya secara tegas.
d.
Lebih menggambarkan kekuasaan yag langsung dari pemilih
(konstituen).
Kerugian :
a.
Dalam membicarakan persoalan bangsa/negara kurang teliti
dibandingkan sistem dua kamar.
b.
Kepentingan daerah-daerah tidak diwakili secara langsung.
2.
Sistem Bikameral merupakan sistem
dua kamar yaitu pengembangan sistem aristokrasi ke sistem demokrasi.
Keuntungan :
a. Dapat mempertimbangkan persoalan
secara lebih teliti.
b. Karena sistem dua kamar ini dipilih
atas dasar yang berbeda, maka lebih mencerminkan sikap umum dari kehendak rakyat.
c. Menjamin kepentingan tertentu bagi
daerah-daerah atau negara bagian.
Kerugian:
a. Biaya yang dikeluarkan negara
semakin besar.
b. Perselisihan antara dua majelis
sering mengakibatkan jalan buntu (dead-locked).
Indonesia adalah negara yang menerapkan sistem
parlementer Bikameral.
Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara
Indonesia
Sistem pemerintahan
indonesia yang berlaku mengacu pada UUD 1945 selaku konstitusi. Ada 9 prinsip
pokok yang mendasari penyusunan sistem penyelenggaraan negara indonesia :
1.
Prinsip KeTuhanan Yang Maha Esa
2.
Cinta Negara Hukum dan The Rule of Law
3.
Paham Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi
4.
Pemisaha Kekuasaan dan Prinsip Check and Balances
5.
Demokasi langsung dan demokrasi perwakilan
6.
Sistem pemerintahan presidensial
7.
Persatuan dan keragaman
8.
Paham demokrasi ekonomi dan ekonomi pasar sosial
9.
Cinta masyarakat madani.
Indonesia adalah negara yang sangat
menjujung tinggi demokrasi. Seperti telah tersebut diatas, demokrasi ada
dua yaitu demokrasi langsung dan
demokrasi perwakilan (tidak langsung). Kedua sistem demokrasi tersebut memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Kelebihan
·
Rakyat memiliki kontrl terhadap kekusaan politik
·
Demokrasi ini mampu meningkatkan kesadaran politik rakyatnya, serta
merangsang mereka untuk meningkatkan pengetahuan dan kapasitas pribadinya.
·
Menurunkan ketergantungan rakyat kepada elit politik
·
Mudah diterapkan pada komunitas dengan jumlah kecil
Kekurangan
·
Sulit untuk diterapkan pada sebuah komunitas yang besar
·
Menguras banyak waktu untuk setiap kebijakan yang butuh diselesaikan secara
bersama sehingga dapat memicu apatisme
·
Tidak mudah untuk menghidari kelompok yang mayoritas atau dominan
Kelebihan
·
Lebih mudah digunakan untuk masyarakat yang plural
·
Meringankan beban masyarakat dari tugas yang berhubungan dengan kebijakan
bersama(perumusan dan pelaksanaan).
·
Kekuasaan dan fungsi-fungsi kenegaraan dipegang oleh orang yang lebih
berkapasitas
Kekurangan
·
Mungkin terjadi perbedaan kepentingan antara rakyat yang mendukung dan
wakil rakyat yang mewakili
·
Rakyat mudah kecewa karena wakil rakyat tidak membawa amanah ketika mereka
berkampanye sebelum terpilih
Belum
lama ini, setelah ditetapkannya Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan
wakil presiden RI ke-7, banyak kalangan yang berasal dari lawan mengusulkan pemilihan
kepala daerah dilakukan dengan pemilihan tidak langsung (perwakilan), hal ini
menuai banyak pro dan kontra, sebab rakyat indonesia baru saja merasakan
demokrasi sesungguhnya yang selama ini sebagai ikon negara indonesia yang
menjunjung tinggi negara demokrasi.
Demokrasi berdasarkan sila ke-4 adalah demokrasi
perwakilan. Sebagai “bukti”, mereka merujuk pada pilkada langsung yang banyak
menghasilkan kepala daerah yang korup. “Bukti” tersebut tidaklah berbobot
sebagai pendukung argumentasi. Cukup dengan penegakan hukum yang benar,
konsekuen, dan tanpa pandang bulu, bukti tersebut akan gugur dengan sendirinya
karena menciptakan efek jera. Namun usulan itu sendiri patut mendapatkan
perhatian kita. Pertama, karena ini adalah suatu klaim serius
terkait dasar negara. Kedua, karena argumentasi ini diusung
Koalisi Merah Putih, yang di atas kertas merupakan bagian terbesar
dari DPR 2014-2019.
Mari kita periksa sila ke-4. Meski pemeriksaan ini
singkat, tetapi Anda bisa menentukan kebenaran atau keakuratan argumentasi
tersebut.
Sila ke-4Bung
Karno menguraikan tentang “dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar
permusyawaratan”. Sang Orator yakin bahwa “syarat multak untuk kuatnya Negara
Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan”. Indonesia adalah negara “’semua
buat semua’, ‘satu buat semua, semua buat satu”.
Proses persidangan kemudian merumuskan dasar itu menjadi
sila ke-4 yang kita kenal sekarang: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”.
Sila ini kerap kita pahami secara parsial. Hal ini
terutama terjadi ketika kita fokus pada satu aspek, seperti “permusyawaratan”
saja. Perbuatan ini tentunya adalah suatu perbuatan tidak adil terhadap sila
ke-4.
Untuk pemahaman yang benar, kita kupas satu persatu aspek
yang ada.
“Kerakyatan” dan
“demokrasi”
kerakyatan adalah segala
sesuatu yang mengantarkan kita mewujudkan tujuan Indonesia Merdeka, dan
demokrasi adalah alat untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
“Dipimpin”
Ini lebih jelas melalui “tut wuri handayani”: dari belakang mendukung/mendorong.
Ini lebih jelas melalui “tut wuri handayani”: dari belakang mendukung/mendorong.
Jadi kerakyatan yang
didukung/didorong.
“hikmat kebijaksanaan”
Merupakan buah dari
“permusyawaratan perwakilan”, akan mengantarkan rakyat Indonesia kepada tujuan
Indonesia Merdeka.“Hikmat
kebijaksanaan”Ada dua cara untuk memperoleh “hikmat
kebijaksanaan”. Pertama, kedalaman penguasaan ilmu pengetahuan yang
melibatkan kontemplasi. Kedua, pengalaman langsung (first-hand experience)
menghadapi berbagai macam masalah. Cara kedua terangkum dalam perumusan sila
ke-4. “Permusyawaratan perwakilan” akan memberikan kita pengalaman yang
langsung berbuah pada hikmat kebijaksanaan. Jadi “hikmat kebijaksanaan”
adalah daya pimpin satu-satunya yang bisa mewujudkan kerakyatan yang kita
cita-citakan.
“Permusyawaratan
perwakilan”
Kita semua bersatu-suara sebab kepentingan bangsa di atas
segalanya. Namun kita juga belajar memahami permasalahan sesama. Dengan kata
lain: lebih berhikmat kebijaksanaan setiap usai suatu permusyawaratan.
Sila ke-4 dan Pilkada oleh
DPRDPancasila tetap menjadi dasar negara meski UUD 1945
mengalami perubahan. Tidak ada perubahan filosofis, tetapi yang terjadi adalah
perubahan yuridis. Pancasila tetap menjadi dasar dari UUD 1945. Yang berubah
adalah bagaimana UUD 1945 pasca Perubahan mencoba membawa kita mewujudkan
tujuan Indonesia Merdeka.
Argumentasi tentang pilkada oleh DPRD Provinsi dapat kita
terima sebelum Perubahan. Sebagai lembaga tertinggi negara, MPR menjadi forum
permusyawaratan seluruh bangsa Indonesia. Berdasarkan hasil musyawarah
(Garis-garis Besar Haluan Negara), MPR mengangkat Presiden sebagai mandataris.
Semua kepala daerah menjadi perpanjangan tangan Presiden, sebab mereka adalah
wakil Pemerintah Pusat di daerah. Jika aspirasi rakyat tidak tertampung, maka
kita masih bisa berharap MPR menjadi forum solusi bersama.
Namun argumentasi itu menjadi tumpul ketika Perubahan UUD
1945 mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. MPR tidak lagi bermusyawarah
menghasilkan GBHN. Presiden menjadi mandataris rakyat yang terpilih secara
terpisah dari kepala daerah. MPR, DPR, dan DPRD tidak lagi berbeda secara
hakikat. Semua sama-sama hasil pemilihan dengan suara mayoritas, sehingga tidak
semua elemen masyarakat terwakili. Oleh sebab itu, tidak semua elemen rakyat
terwakili dalam memilih kepala daerah.
DPRD Provinsi terdiri dari para politisi yang terpilih
dalam pemilu. Politisi pada dasarnya adalah kader partai. Oleh karena itu
mereka adalah partisan. Karena partisan, adakah hikmat kebijaksanaan yang bisa
kita harapkan dari mereka? Jika hikmat kebijaksanaan saja masih mereka cari,
“musyawarah” seperti apakah yang bisa mereka hasilkan?
Berdasarkan uraian di atas, maka demokrasi menurut sila
ke-4 bukanlah “demokrasi perwakilan”. Perwakilan yang tidak menyeluruh tidak
akan menjadi suatu permusyawaratan. Tanpa permusyawaratan, tidak akan hadir
hikmat kebijaksanaan. Tanpa hikmat kebijaksanaan, kita hanya akan mendapatkan
kepemimpinan yang pandir. Kerakyatan yang dipimpin oleh kepandiran adalah
kekacauan.
Lalu bagaimanakah rakyat yang tidak terwakili suaranya di
DPRD Provinsi mengeksekusi kedaulatannya? Ya dengan memilih sendiri kepala
daerahnya!
Dilihat dari
kelebihan dan kekurangan demokrasi langsung dan tidak langsung, negara
Indonesia memang lebih cocok untuk menggunakan sistem demokrasi secara
langsung.
C. KESIMPULAN DAN
SARAN
Dari berbagai uraian diatas, Negara
Indonesia dapat menjalankan kehidupan parlemen hasil pemilu 2014 dengan aman,
tertib, makmur dan sejahtera dengan tetap berpegang teguh kepada sila-sila
pancasila.
Pendapat
boleh berbeda karena negara Indonesia adalah negara demokrasi, namun pendapat
yang nantinya ingin direalisasikan tersebut haruslah tetap memperhatikan
kehidupan rakyat banyak, jangan mementingkan golongan. Pendapat tersebut harus
dilandasi dengan nilai-nilai pancasila namun jangan terlalu dimaknai secara
kolot atau secara kontekstual tetapi haruslah menyesuaikan dengan yang
dibutuhkan oleh rakyat Indonesia secara umum demi tercapainya kehidupan
demokrasi dan parlemen yang aman, tertib, makmur dan sejahtera.
Nilai Sila Pancasila
1. KETUHANAN YANG MAHA
ESA :
§ Bangsa Indonesia
menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
§ Manusia Indonesia
percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
§ Mengembangkan sikap
hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut
kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. KEMANUSIAAN YANG
ADIL DAN BERADAB :
§ Mengakui dan
memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
§ Mengakui persamaan
derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan
suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna
kulit dan sebagainya.
§ Menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan.
§ Gemar melakukan
kegiatan kemanusiaan.
§ Berani membela
kebenaran dan keadilan.
3. PERSATUAN INDONESIA
:
§ Mampu menempatkan
persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara
sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
§ Sanggup dan rela
berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
§ Mengembangkan rasa
cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. KERAKYATAN YANG
DIPIMPIN OLEH HIKMAH KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/ PERWAKILAN :
§ Sebagai warga negara
dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama.
§ Tidak boleh memaksakan
kehendak kepada orang lain.
§ Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
5. KEADILAN SOSIAL
BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA :
§ Mengembangkan
perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
§ Mengembangkan sikap
adil terhadap sesama.
§ Menjaga keseimbangan
antara hak dan kewajiban.
§ Menghormati hak orang
lain.
D. DAFTAR PUSTAKA