PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PT. FREEPORT INDONESIA
A.
Abstraksi
Perselisihan hubungan industrial PT. Freeport Indonesia telah
menyita perhatian banyak masyarakat. Aksi pemogokan kerja yang dilakukan oleh
para karyawan dilatar belakangi oleh gaji mereka yang kecil dan mereka menuntut
kenaikan gaji hingga mencapai 20 kali lipat. Aksi pemogokan ini telah membuat
banyak kerugian baik materiil maupun inmateriil baik bagi para pekerja maupun
perusahaan. Terlalu alotnya perundingan tersebut hingga terjadi pelanggaran hak
asasi manusia, yaitu banyak karyawan yang telah menjadi korban jiwa dan luka
akibat aksi penembakan dan pembubaran paksa, aksi ini terjadi ditengah masih
maraknya aksi penembakan di lingkungan sekitar Freeport. Sementara akibat
pemogokan tersebut, manajemen freeport mengklaim telah mengalami kerugian
hingga jutaan dollar. Kejadian tersebut tidak seharusnya terjadi apabila antara
pekerja dan pengusaha terjadi koordinasi, saling memahami keadaan, dan memenuhi
hak dan kewajiban satu sama lain.
B. Pendahuluan
Dewasa ini banyak perselisihan hubungan
industrial yang terjadi di banyak perusahaan baik perusahaan baru maupun
perusahaan lama, perusahaan besar maupun kecil, perusahaan nasional maupun
multi-nasional. Salah satu perselisihan hubungan industrial yang terjadi pada
perusahaan yang sudah lama berdiri, merupakan perusahaan besar dan bersifat
multinasional yaitu perselisihan hubungan industrial yang terjadi pada PT.
Freeport Indonesia yang berkedudukan di Papua yang merupakan afiliasi dari
Freeport-McMoran Copper & Gold yang bergerak di bidang pertambangan.
Perselisihan tersebut terjadi sangat alot dan terjadi cukup lama. Perselisihan
tersebut telah mengakibatkan kerugian baik materiil maupun inmateriil baik bagi
pekerja maupun perusahaan.
Banyak diantara kasus-kasus perselisihan
hubungan industrial yang terjadi telah mencapai hasil kesepakatan, namun dalam
pelaksanaannya masih banyak pekerja yang merasa dirugikan dan banyak diantaranya,
perusahaan atau pengusaha yang memenang perselisihan tersebut.
Penulis mengangkat tema ini dengan tujuan
untuk memberikan wawasan kepada pembaca mengenai perselisihan hubungan
industrial dan cara penyelesaiannya agar tidak semakin banyak orang yang merasa
dirugikan dalam perselisihan hubungan industrial.
C.
Permasalahan
Dewasa ini, semakin banyak masalah perselisihan hubungan
industrial yang timbul di perusahaan-perusahaan, baik perusahaan besar maupun
perusahaan kecil, perusahaan baru maupun perusahaan lama dan perusahaan
nasional maupun perusahaan multi-nasional. Perselisihan itu timbul tentunya
karena adanya perbedaan dalam melaksanakan dan menafsirkan ketentuan-ketentuan
saat hubungan kerja berlangsung antar anggota perusahaan tersebut.
Jadi, pengertian perselisihan hubungan
industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja karena
adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu
perusahaan yang dapat terjadi karena perbedaan dalam melaksanakan dan
menafsirkan undang-undang, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
Umumnya, perselisihan-perselisihan yang
telah disebutkan tersebut dapat diserahkan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Namun, sebelum memerkarakan kasus-kasus tersebut ke Pengadialn, alangkah
baiknya jika melakukan beberapa langkah awal atau solusi alternatif terlebih
dahulu untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut, yaitu melalui negosisasi bipartit,
mediasi, konsiliasi. Adapun metode lain yang dapat dilakukan untuk
menyelesaikan perselisihan adalah melalui arbitrase yang keputusannya bersifat
final dan mengikat.
JENIS-JENIS
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Menurut
pengertian dari perselisihan hubungan industrial yang telah disebutkan diatas,
terdapat 4 jenis perselisihan hubungan industrial, yaitu:
a.
Perselisihan
Hak
Perselisihan
hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya
perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-perundangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan , atau perjanjian
kerja bersama.
b.
Perselisihan
Kepentingan
Perselisihan
kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat
kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
c.
Perselisihan
Pemutusan Hubungan Kerja
Perselisihan
Pemutusan Hubungan Kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya
kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan oleh satu pihak.
d.
Perselisihan
Antar Serikat Pekerja atau Buruh
Perselisihan
antar serikat pekerja atau serikat buruh adalah perselisihan antara serikat
pekerja atau serikat buruh dengan serikat pekerja atau serikat buruh lain hanya
dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai
keanggotaan pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan.
PENYELESAIAN
PERSELISIHAN
Terdapat dua macam cara untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan idustrial yaitu dengan cara penyelesaian di
luar pengadilan dan melalui pengadilan.
1.
Di Luar
Pengadilan
a.
Penyelesaian
Melalui Perundingan Bipartit
Perundingan bipartit adalah
perundingan antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Sebenarnya tidak berbeda antara
perundingan bipartit dengan negosiasi karena keduanya sama-sama menyelesaikan
sengketa oleh para pihak yang terlibat tanpa adanya campur tangan pihak lain
untuk mencapai kesepatan bersama atas dasar kejarsama. Pada perundingan
bipartit, biasanya Disnakertrans meminta bukti baik dari pekerja maupun
pengusaha, apabila tidak mencapai kesepakatan dalam perundingan tersebut maka
Disnakertrans akan mengambil keputusan yang sifatnya berupa anjuran.
Penyelesaian dengan cara ini paling lama dilakukan dalam waktu 30 hari sejak
dimulainya perundingan.
b.
Penyelesaian
Melalui Mediasi
Mediasi adalah penyelesaian
perselisihan hak, kepentingan, pemutusan hubungan kerja dan perselisihan
melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.
c.
Penyelesaian
Melalui Konsiliasi
Penyelesaian perselisihan kepentingan,
pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat pekerja dalam suatu
perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih
konsiliator yang netral.
d.
Penyelesaian
Melalui Arbitrase
Arbitrase adalah penyelesaian
perselisihan kepentingan dan perselisihan antara serikat pekerja dalam suatu
perusahaan, di luar pengadilan melalui kesepakatan tertulis dari kedua pihak
yang berselisih untuk menyerahkan perselisihan kepada arbiter yang keputusannya
mengikat dan final.
2.
Pengadilan
Hubungan Industrial
Perselisihan
hubungan industrial yang tidak dapat diselesaikan dengan perundingan dan oleh
pihak yang berselisih tidak menyerahkannya kepada dewan pemisah, maka para
pihak atau dari salah satu mereka memberitahukan dengan surat kepada pegawai
perantara kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat.
Masih
hangat dalam ingatan kita mengenai perselisihan yang terjadi di PT. Freeport
Indonesia dengan adanya aksi mogok yang dilakukan oleh para pekerjanya untuk
menuntut kenaikan gaji sehingga gaji terendah akan mencapai US$4 sementara gaji
tertinggi naik US$18 perjam. Setelah sekian lama aksi pemogokan oleh para
pekerja tersebut dilakukan, akhirnya para pekerja dan pihak perusahaan bersedia
melakukan langkah mediasi. Pada perundingan tersebut sejumlah hal masuk dalam pembahasan,
yaitu besaran upah yang adil dan wajar dan paket kompensasi lain untuk
peningkatan kesejahteraan karyawan.
Perundingan
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut terjadi sangat alot dan tak kunjung
membuahkan hasil setelah berjalan dua bulan, akhirnya para pekerja memutuskan
untuk meneruskan aksi mogok tersebut menjadi tiga bulan agar karyawan yang ikut
dalam aksi tersebut terlindungi secara hukum. Sekitar 8.000 karyawan non-staf
dibagian produksi, distribusi dan pertambangan melakukan aksi pemogokan
tersebut. Akibatnya dari aksi pemogokan tersebut pelanggaran hak asasi
manusiapun terjadi, yaitu banyak dari tenaga kerja PT. Freeport Indonesia yang
telah menjadi korban jiwa dan luka akibat aksi penembakan dan pembubaran paksa,
aksi ini terjadi ditengah masih maraknya aksi penembakan di lingkungan sekitar
Freeport. Sementara akibat pemogokan tersebut, manajemen freeport mengklaim
telah mengalami kerugian hingga jutaan dollar.
Para
pekerja PT. Freeport Indonesia memiliki konsep pandangan upah tersendiri,
mereka mengklaim memiliki konsep berdasarkan kondisi perusahaan, sementara
perusahaan menawarkan konsep upah dengan mengacu pada pasar tambang di
Indonesia dan mengacu pada inflasi. Konsep yang ditawarkan perusahaan tersebut
dirasa berat oleh para pekerja dan para pekerja tidak dapat menerima konsep
upah yang ditawarkan perusahaan tersebut. Salah seorang perwakilan para pekerja
mengatakan jika dibandingkan dengan 14 perusahaan tambang yang berada di bawah
bendera Freeport McMoran, maka upah karyawan PT. Freeport Indonesia di Papua
jauh lebih kecil, padahal PT. Freeport Indonesia memiliki tambang terbesar
dibandingkan PT. Freeport yang berada di negara lain.
Setelah
3 bulan aksi pemogokan tersebut dan telah melibatkan instansi-instansi yang
berwenang dalam ketenagakerjaan di Indonesia dalam perundingan, akhirnya
dicapai kesepakatan antara pekerja dengan PT. Freeport Indonesia yaitu kenaikan
upah secara rata selama dua tahun sebanyak 40% dari karyawan dengan jabatan
terendah hingga karyawan dengan jabatan tertinggi. Kedua, tidak ada pihak
pekerja yang dikenai sanksi atas mogok kerja tersebut. Dan yang ketiga,
perusahaan akan membayar upah pekerja yang mogok selama tiga bulan upah pokok.
Selain itu, PT. Freeport Indonesia juga menyetujui berbagai peningkatan
tunjangan, termasuk penambahan bonus kerja gilir dan lokasi, tunjangan
perumahan, bantuan pendidikan dan program tabungan masa dan setelah itu para
pekerja akan kembali bekerja secara normal. Namun kesepakatan tersebut sempat
terkendala karena para pekerja mengancam akan kembali mogok bekerja karena
terdapat salah satu perusahaan sub kontraktor PT. Freeport Indonesia yang
berniat menjatuhkan sanksi kepada sejumlah karyawannya yang terlibat aksi
mogok. Namun PT. Freeport Indonesia mengklaim bahwa itu bukan tanggung jawab
PT. Freeport Indonesia karena perusahaan sub kontraktor tersebut memiliki
ketentuan manajemen tersendiri.
Pada
perselisihan hubungan industrial PT. Freeport Indonesia ini telah terjadi
perselisihan hak karena para pekerja menganggap bahwa hak mereka selama bekerja
belum terpenuhi melihat tidak sebandingnya upah yang mereka dapatkan dengan
beratnya pekerjaan dan resiko pekerjaan yang mereka tanggung setiap harinya.
D. Pemecahan Masalah
Pemecahan perselisihan hubungan industrial
yang terjadi antara para pekerja dan PT. Freeport Indonesia, penulis anggap
terlalu berlarut-larut sehingga semakin menimbulkan banyak kerugian baik
materiil maupun inmateriil bagi kedua belah pihak. Seharusnya para pihak yang
bersengketa tersebut melaksanakan tahap-tahap penyelesaian sesuai dengan yang
telah diatur dalam Undang-undang Perselisihan Hubungan Industrial, yaitu :
a.
Melakukan
Perundingan Bipartit
1. Musyawarah untuk mencapai mufakat antara para
pihak yang bersengketa dengan membuat risalah yang ditandatangani oleh kedua
belah pihak yang bersengketa.
2. Tercapainya kesepakatan, dibuat perjanjian
bersama yang ditandatangani kedua belah pihak. Perjanjian ini bersifat mengikat
dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh kedua belah pihak.
3. Perjanjian bersama yang telah disepakati wajib
didaftarkan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada pengadilan negeri
setempat.
4. Apabila perjanjian bersama tersebut tidak
dilaksanakan maka dapat diajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan
Industrial setempat.
5. Penyelesaian dengan cara ini paling lama
dilakukan 30 hari sejak dimulainya perundingan, apabila dalam jangka waktu yang
telah ditentukan tersebut, salah satu pihak menolak berunding atau tidak
mencapai kesepakatan maka perundingan tersebut dianggap gagal. Setelah itu,
salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi
bidang ketenagakerjaan dengan melampirkan bukti penyelesaian bipartit, kemudian
instansi tersebut wajib menawarkan kepada kedua pihak untuk memilih
penyelesaian secara konsiliasi atau arbitrase. Jika dalam 7 hari para pihak
tidak menetapkan pilihan, maka instansi tersebut melimpahkan penyelesaian
kepada mediator.
b.
Penyelesaian
secara mediasi
1. Paling lama 7 hari setelah menerima pelimpahan
penyelesaian perselisihan, mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang
perselisihan tersebut dan segera mengadakan sidang mediasi.
2. Mediator memanggil saksi atau saksi ahli.
3. Jika mencapai kesepakatan dibuat perjanjian
kerja bersama yang ditandatangani kedua pihak dan disaksikan mediator. Kemudian
didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial setempat.
4. Jika tidak mencapai kesepakatan, mediator
memberikan anjuran tertulis paling lama 10 hari sejak sidang mediasi. Paling
lama 10 hari sejak menerima anjuran, para pihak harus sudah memberikan jawaban,
jika tidak menjawab maka dianggap menolak. Setelah itu salah satu atau kedua
pihak dapat melanjutkan penyelesaian ke Pengadilan Hubungan Industrial.
5. Perjanjian kerja bersama jika tidak
dilaksanakan maka dapat diajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan.
6. Mediator harus menyelesaikan tugasnya paling
lama 30 hari.
c.
Penyelesaian
secara konsiliasi
1. Para pihak mengajukan permintaan penyelesaian
secara tertulis kepada konsiliator yang telah ditunjuk dan disepakati.
2. 7 hari setelah menerima permintaan, konsiliator
harus sudah mengadakan penelitian tentang duduk perkara dan segera mengadakan
sidang.
3. Konsiliator dapat mengajukan saksi atau saksi
ahli.
4. Jika konsiliasi mencapai kesepakatan maka
dibuat perjanjian kerja bersama.
5. Apabila tidak mencapai kesepakatan maka
konsiliator membuat anjuran tertulis yang disampaikan paling lama 10 hari.
6. Jawaban harus dilakukan, apabila tidak maka
dianggap menolak. Maka salah satu atau kedua pihak melanjutkan ke pengadilan
negeri setempat.
7. Jika anjuran disetujui, maka dalam 3 hari
harus dibuat perjanjian kerja bersama (PKB).
8. Apabila PKB tidak dilaksanakan maka dapat
mengajukan eksekusi ke pengadilan negeri
setempat.
d.
Penyelesaian
secara Arbitrase
Penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang dilakukan di luar pengadilan melalui kesepakatan tertulis dari
kedua pihak yang berselisih untuk menyerahkan perselisihan kepada arbiter yang
keputusannya mengikat dan final.
e.
Penyelesaian
melalui Pengadilan Hubungan Industrial
1. Mengadakan penyelidikan tentang duduk perkara.
2. Paling lama 7 hari, pegawai perantara
mengadakan perundingan dengan pihak-pihak yang berselisih dan mengusahakan
serta memimpin perundingan untuk mencapai penyelesaian secara damai.
3. Perundingan mencapai persetujuan dan dapat
mendamaikan maka hasil perdamaian dapat dibuat persetujuan bersama.
4. Apabila tidak mencapai persetujuan maka
perselisihan diserahkan kepada Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
Daerah (P4D) dengan memberitahukan kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
5. P4D segera mengadakan perundingan dengan pihak
yang berselisih untuk penyelesaian secara damai. Jika berhasil maka hasil
perdamaian dituangkan dalam isi perjanjian.
6.
Jika
perundingan tidak berhasil, P4D mengambil putusan baik yang bersifat anjuran
maupun yang bersifat mengikat.
Semua tahap-tahap
tersebut harus dilakukan sesuai aturan yang berlaku dan masing-masing pihak
harus setuju menaati peraturan dan siap menanggung serta melaksanakan konsekuensi
saat perundingan tersebut berlangsung dan saat setelah tercapainya kesepatan
antar kedua belah pihak. Diantara para pekerja dan pengusaha harus ada
koordinasi, saling memahami keadaan, dan memenuhi hak dan kewajiban satu sama
lain.
E.
Referensi
0 komentar:
Posting Komentar