Selasa, 04 November 2014

Kasus Adam Air (KWU-Bu Evi)



Tentu saja setiap orang berhak untuk menjadi kaya.Yang patut dipertanyakan adalah : (1) Apakah benar ada cara instan yang halal untuk menjadi kaya? (2) Apa yang dilakukan orang agar dia menjadi kaya? (3) apakah dengan kaya otomatis anda menjadi wirausaha? (4) apakah anda sudah pantas (sudah saatnya) hidup bergelimang harta ?
Pertanyaan-pertannyaan ini patut direnungkan karena seseorang berwirausaha bukan hanya sehari atau dua hari, setahun atau dua tahun. Kewirausahaan adalah sebuah pilihan hidup yang melekat di sepanjang hidup seseorang. Jika anda terlalu emosi, serakah, ingin serba instan, bisa jadi bukan keberhasilan atau kesejahteraan yang diraih, melainkan kebencian, cacian, peristiwa hukum, dan penjara yang menanti anda.
Selain berpotensi memberi kebahagiaan dan kemandirian, kewirausahaan yang tidak dilandasi dengan etika yang kuat juga berpotensi negatif, berisiko, dan bisa membuat masa depan Anda tamat dalam sekejap. Oleh karena itu, berusahalah dengan memegang teguh nilai-nilai etika sedari Anda muda dan jangan berkompromi sekecil apa pun. Bangunlah karakter dan milikilah reputasi.


Reputasi adalah apa yang diucapkan para pelayat saat jasad seseorang disemayamkan di tempat peristirahatan terakhir.
Karakter adalah akar dari reputasi. Ini adalah apa yang diucapkan malaikat kepada Tuhan tentang kita.
 
 




Lebih baik tumbuh bertahap tapi langgeng, daripada terang dalam sekejap, lalu mati dan meninggalkan aroma busuk. Mungkin Anda harus bersabar lima tahun sebelum bisnis Anda benar-benar bersinar, tetapi ia terus tumbuh. Ada cobaan yang Anda hadapi, tetapi itu bukan membuar Anda mati, melainkan bangun dan membuat Anda lebih tangguh menghadapi hari esok lebih berat.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar berbisnis dapat dilakukan dengan etis adalah :
1.      Berperilaku jujur dalam menjalankan aktivitas bisnis, ini meliputi seluruh aspek dalam menjalankan usaha. Misalnya dalam aspek produksi, berperilaku jujur berarti kita menghasilkan produk sesuai dengan standar kualitas, aman dikonsumsi orang lain, dan memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan oleh hukum maupun pembeli. Jujur juga berarti terbuka, menyebutkan segala kekurangan dan bahaya yang timbul dari produk Anda. Jujur dalam berrproduksi, memasarkan dan membayar pajak.
2.      Menaati tata nilai. Dalam melakukan aktivitas bisnis, ada tata nilai yang tidak tertulis yang berlaku universal dan harus kita jalankan. Misalnya nilai sama-sama untung (win-win), saling menghormati, memberi tahu, mencegah kerugian pihak lain, keterbukaan, adilm santun, melayani, dan seterusnya.
3.      “walk the Talk” bermakna konsisten antara apa yang dilakukan dengan apa yang diucapkan. Hal ini berarti sebagai seorang wirausaha, Anda perlu bekerja keras untuk menjadi contoh dan menjalankan hal-hal positif yang Anda ucapkan. Dalam menjalankan aktivitas usaha, hal tersebut akan menjadi patokan dalam tindakan keseharian maupun keputusan-keputusan yang dibuatnya.

KASUS : ADAM AIR

Belajar dari Kegagalan Si Burung Besi Oranye

Oleh : Eva Martha Rahayu, Majalah SWA

Tiap tahun jumlah penumpang Adam Air naik dan puncaknya pada 2007, yaitu sebesar 6,25 juta orang. Namun, bobroknya manajemen berdampak pada di-grounded-nya maskapai tersebut. Apa saja pelajaran berharga dari kejatuhan Adam Air tersebut?
Hampir dua bulan ini sejumlah burung besi yang didominasi warna oranye dan berlogo manusia bersayap yang tengah siap terbang itu tidak menyambangi langit biru yang menjadi rute penerbangannya. Ya, sejak 19 Maret 2008, pesawat Adam Air memang tidak mengangkasa lagi akibat dibekukan izin terbangnya (operation specification) oleh pemerintah Indonesia. Selain itu, karena banyaknya persoalan yang kini masih dalam penyidikan hukum, Adam Air tinggal mengantongi tiket Airline Operating Certificate (Izin Operasional Terbang) yang terancam akan dicabut jika dalam waktu tiga bulan mendatang belum ada perbaikan atas masalah yang terjadi.
Konsumen, regulator, pelaku industri penerbangan, dan karyan PT. Adam Sky Connection Airlines (Adam Air) menuding persoalan kompleks menjadi biang keladi kejatuhan perusahaan itu. Padahal, kalau kita tengok ke belakang, perkembangan bisnis Adam Air cukup mengesankan. Lihatlah di awal operasi pada tanggal 19 Desember 2003, Adam Air hanya menerbangkan dua pesawat Boeing 737 sewaan dari GE Capital Avation Services, dan pada 2008 diperkuat oleh 22 pesawat. Itu belum termasuk gambaran jumlah oenjualan tiket yang laris manis.
Berdasarkan data Diretorat Angkatan Udara, tahun 2004, penumpang domestik Adam Air yang menggunakan lima armada sebanyak 484.754 orang. Tahun 2005, dengan didukung 15 armada, jumlah penumpang naik lagi, yaitu domestik 2.324.996 orang dan internasional 106.423 orang. Pada tahun 2006, jumlah penumpang dalam negeri tercarar 4.873.753 orang dan kargo domestik 16.622 ton. Lalu, tahun 2007 boleh dibilang puncak pertumbuhan Adam Air selama lima tahun terakhir. Jumlah penumpang domestik 6.252.373 orang dan internasional 120.618 orang, dengan armada 22 pesawat.
Lantas, mengapa perusahaan penerbangan yang dibesut pasangan suami-istri Suherman dan Sandra Ang itu sekarang kolaps? “Dalam kasus Adam Air, penyebab kegagalan terbesar adalah faktor internal. Sementara faktor eksternal adalah trigger atau pemicu yang mempercepat kegagalan tersebut,” ungkap Hentje Pongoh. Pengamat penerbangan dari Pacific Aviation itu menjelaskan faktor eksternalnya, antara lain, persaingan pasar dan peraturan pemerintah. Adapun faktor internalnya meliputi SDM dan organisasi perusahaan, finansial, teknis, serta operasional. Sebagai perusahaan yang didirikan, dimiliki, dan dijalankan oleh sebuah keluarga, jelas bahwa Adam Air memilki gaya manajemen keluarga. Anggota senior dalam keluarga cenderung lebih dominan terhadap anggota keluarga yang lebih junior, terutama dalam pengambilan keputusan terakhir.
Bahkan kabarnya, peran Sandra Ang (Ibu Adam Adhitya Suherman) sebagai komisaris lebih dominan ketimbang Adam Adhitya Suherman yang menjadi Presdir Adam Air. Menurut Gustiono, mantan Direktur Keuangan dan Wapresdir Adam Air, Sandra merupakan tokoh kunci yang mengatur semuanya, dari hal kecil hingga besar. Misalnya, pengembalian uang tiket dari hasil penjualan yang tidak disetorkan ke rekening, diinstruksikan oleh Sandra untuk dikirim ke rumahnya di Pluit, Jakarta Utara. Selain itu, dalam perekrutan karyawan, dia juga banyak berperan tanpa melihat kompetensi calon. “Direksi boleh dibilang hanya sebagai boneka,” ungkap Gustiono. Lebih konyol lagi, Sandra pun berperan dalam penentuan pemberangkatan pesawat. Ini dibuktikan dengan kacau-balaunya proses maintenance karena anak sulungnya, Rusman Suherman, ikut cawe-cawe. Padahal, komando tertinggi seharusnya berada di tanya Direktur Teknon, Rinaldy Yuliddin. Toh, kenyataannya, Rinaldy tidak bisa mengambil keputusan bila tidak mendapat lampu hijau dari Rusman. “Rusman ini posisinya apa, karena tidak ada dalam struktur organisasi.” Ujar Gustiono kesal.
“Karena, apa yang ada di mata keluarga ini (Suherman) selalu dinilai dengan uang, uang, dan uang untuk mengeruk kekayaan, “Kapten Sugoro menimpali. Mantan pilot Adam Air ini tak habis pikir mengapa perusahaan penerbangan yang dikelola manajemen amburadul itu bisa maju beberapa waktu lalu. “Terus terang, saya kagum sekaligus kaget dengan gaya manajemen Adam Air,” kata pria yang pernah 13 tahun menjadi pilot Merpati Airlines itu. Sugoro menemukan beberapa penyimpangan pengellaan Adam Air. Contohnya, kontrak kerja karyawan yang dianggapnya menyalahi aturan ketenagakerjaan. “Manajemen juga selalu memberi janji-janji muluk,” imbuhnya. Manajemen mengatakan, jika kondisi perusahaan mulai membaik, otomatis penghasilan meningkat dan karyawan bakal diberi saham. Akan tetapi, faktanya, kini gaji karyawan saja sering telat.
Mantan pilot Adam Air lainnya pun tak kalah sengit mengkritik kepemimpinan keluarga Suherman. “Pemilik Adam Air bisa dikatakan bermodal coba-coba dalam membangun bisnis penerbangan,” ucap mantan eksekutif Adam Air yang ogah disebutkan identitasnya itu. Tak bisa dipungkiri, bisnis airlines merupakan prestise tersendiri bagi keluarga Suherman. “Jangan salah lho, sebenarnya yang menurup Adam Air itu ya pemiliknya sendiri. Jadi, bukan semata-mata di-grounded pemerintah atau tidak meraih profit,” dia menegaskan. Sebab, idealnya, dalam bisnis penerbangan, semuanya telah ada cetak biru atau bakunya. Sayang, dalam praktiknya serng diselewengkan. Umpamanya, saat dia mengajukan dana Rp.100 juta ke pemilik untuk kepentingan standar keamanan pesawat, rupanya ditawar, hanya diberi Rp.50 juta. Tentu saja dengan anggaran yang sedikit, kualitas perbaikan pesawat atau penggantian suku cadang pesawat menjadi kurang.
Kasus lainnya, manakala dia meminta penggantian ban roda pesawat menjadi baru semua, pemilik ternyata menolak. Mereka bahkan menyarankan agar ban pesawat memakai yang vulkanisir. Padahal, ban vulkanisir yang bersetifikat pun maksimal hanya bisa dipakai tiga kali penerbangan. Celakanya, akibat ban vulkanisir itu alih-alih menghemat, malah pesawatnya hancur gara-gara kecelakaan, bahkan kini izin terbangnya dicabut. “Secara pribadi, kalau melihat apa yang terjadi di Adam Air, jujur saja kok seperti mengelola toko kelontong saja,”  katanya kesal. Dia mengungkapkan, pemilik kerap mem-by-pass dalam pengambilan keputusan. Dia pun tidak setuju jika penyeban kecelakaan Adam Air selama ini dialamatkan ke para pilot. Skill pilot Adam Air, menurutnya, sudah kompeten dan sesuai dengan aturan.
Berbeda dari beberapa rekannya yang mengecam manajemen Adam Air, Rinaldy Yuliddin justru memuji, “Tidak ada intervensi Sandra Ang dan Adam Suherman. Mereka sangat profesional,” tuturnya. Sejak dia bergabung dengan Adam Air pada tahun 2005, suku cadang yang dipakai maskapai itu telah sesuai dengan aturan Company Maintenance Manual. Setiap hari, ada tiga jadwal perawatan rutin yang harus dilakukan, yakni sebleum terbang, saat transit, dan harian yang dilakukan oleh teknisi Adam Air yang berlisensi.
Kendati demikian, di mata pengamat bisnis penerbangan, kiprah keluarga Suherman mengelola Adam Air pun dinilai tidak profesional. Rhenald Kasali mengatakan, jika diibaratkan dengan model DNA, karakter keluarga ini ber-DNAnya pedagang, mentalnya informal. Ironisnya, di industri airlines tidak bisa begitu. Semua sistemnya harus jelas karena regulasinya banyak,” ujar pakar manajemen dari Magister Manajemen Universitas Indonesia.
Ketika kondisi manajemen Adam Air agak oleng, masuklah investor baru, yaitu Grup Bhakti Investama melalui PT. Global Transport Service dan PT. Bright Star Perkasa pada tanggal 7 Maret 2007. Bhakti menyetor modal Rp.157,5 miliar untuk mendapatkan porsi saham 50%. Investor baru diharapkan meningkatkan kinerja Adam Air. Ternyata, hasilnya di luar dugaan. “Bergabungnya Bhakti dengan Adam Air setahun terakhir tidak terlalu banyak memberikan perubahan positif,” Ujar Nasrullah Nawawi, Manajer SDM & Legal Adam Air, menegaskan. Pihak pendiri tetap tidak transparan dalam pengadaan barang. Di sisi lain, pihak Bhakti terlalu cepat memaksakan sistem yang mereka inginkan tanpa peduli kultur pemilik lama. Bisa ditebak, kisruh di antara kedua pemegang saham itu makin memuncak. Buntutnyam keluarga Suherman dilaporkan Bhakti telah menggelapkan uang. Misalnya, penjualan tiket tercatat Rp.1,172 triliun, tapi uang yang masuk ke rekening perusahaan hanya Rp.1,139 triliun. Lalu, pembelian suku cadang senilai Rp.120,8 miliar tidak bisa dipertanggungjawabkan. Bahkan pada tahun 2005, Adam Air ketahuan tidak membayar pajak sebesar Rp.15,24 miliar.
Terlepas dari carut-marutnya manajemen Adam Air, harus diakui maskapai itu telah berhasil membentuk citra sebagai salah satu low cost carrier (LCC) terbaik di Indonesia sehingga menjadi salah satu pemain kuat di jalur penerbangan domestik. Namun, jumlah angkutan penumpang (pax load factor) yang tinggu itu tidak diimbangi dengan low operating cost (biaya operasional penerbangan yang rendah). Alhasil, lebih besar pasak daripada tiangnya.
Menurut Hentje, banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik dari kasus kegagalan bisnis Adam Air sebagai LCC. Pertama, maskapai penerbangan yang menjual tiketnya dengan tarif murah juga harus memerhatikan dan menjaga agar biaya operasional penerbangannya tetap rendah (low operating cost). Sebab, Cuma maskapai penerbangan yang memiliki struktur biaya operasional paling rendah yang bakal memenangi persaingan. Kedua, SDM yang berpengalaman, kompeten, dan profesional merupakan aset terbesar dan terpenting dalam bisnis pengerbangan serta menentukan maju-mundurnya perusahaan penerbangan. Ketiga, peran pemerintah sebagai regulator dan pengontrol perusahaan penerbangan harus benar-benar dijalankan secara konsisten dan tanpa pandang bulu.
Yang jelas, untuk menjadi maskapai teladan dalam industri penerbangan di Indonesia, menurut Hentje, ada beberapa aspek yang harus dipenuhi. Dari sudut pandang konsumen, harus memiliki standar keamanan, keselamatan, dan pelayanan yang tinggi, serta tarif yang terjangkau oleh masyarakat. Dari sisi karyawan, wajib memiliki standar kesejahteraan dan pelayanan yang tinggu, serta komunikasi dua arah secara sehat. Lalu, dari sudut pandang pemerintah, harus menegakkan peraturan yang berlaku.

Reportase : Afif Maulana Dewanda, Darandono, Herning Banirestu, M.Husni Mubarak, S.Ruslina, Tutur Handayani, dan Wini Angraen/Riset: Sarah Ratna Herni.

Pertanyaan untuk Diskusi
Dosen Anda akan memberikan pertanyaan mengenai kasus di atas.

Pemahaman Mengenai Etika dalam Berbisnis
Dalam berwirausaha, apapun juga bisnis yang Anda tekuni, ingatlah bahwa usaha yang langgeng adalah usaha yang dijunjung oleh nilai-nilai etika. Berbagai studi menemukan, perusahaan-perusahaan yang tumbuh menjadi besar bukanlah perusahaan yang diawali oleh manajer-manajer hebat yang digaji mahal, atau dibangun oleh pendiri yang luar biasa. Juga bukan spirit kewirausahaan gila-gilaan dengan keberanian luar biasa. Demikian juga bukan modal kuat atau kecerdasan para pendirinya.
Perusahaan yang tumbuh menjadi besar justru dimulai dari orang-orang biasa yang sedari awal memegang teguh nilai-nilai moral dan etika. Mereka menjaga kepercayaan dan tidak sembarangan dalam berkata-kata, apalagi dalam bertindak. Mereka bekerja dengan tata nilai, dan merekrut orang dengan melihat nilai-nilai yang dianutnya. Mereka menanamkan nilai-nilai yang sehat sedari awal.
Apakah yang dimaksud dengan etika? Beberapa sumber menyebut etika sebagai suatu pedoman untuk mendapatkan hidup yang bernilai atau bermartabat. Untuk itulah, etika memberikan petunjut tindakan-tindakan apa yang benar dan apa yang salah. Menurut The World Book Encyclopedia (2008), etika mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang benar dan salah dengan menggunakan metode “reasoning” , bukan benar-salah menurut kepercayaan atau tradisi.
Oleh karena itu, selalu ada “reason” (alasan) mengapa kita harus memegang teguh etika. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut ini dan lihatlah apa yang akan Anda dapatkan kalau Anda konsisten menjalankan apa yang Anda katakan (Maxwell, 1982).

Apa yang Saya Katakan
Apa yang Saya Lakukan
Apa yang Mereka Kerjakan
Saya berkata kepada karyawan: “Datanglah ke kantor tepat waktu
Saya tiba tepat waktu
Mereka datang tepat waktu
Saya berkata kepada karyawan: “Bersikaplah Positiv”
Saya menunjukkan sikap positiv
Mereka akan berperilaku positif
Saya berkata kepada karyawan: “Utamakan Pelanggan”
Saya mendahulukan konsumen
Mereka mengutamakan konsumen



Sekarang, apa jadinya kalau hal yang saya lakukan berbeda dengan yang saya ucapkan seperti berikut ini:

Apa yang Saya Katakan
Apa yang Saya Lakukan
Apa yang Mereka Katakan
Saya berkata kepada karyawan: “Datanglah ke kantor tepat waktu
Saya selalu terlambat
Beberapa karyawan akan tepat waktu dan lainnya tidak
Saya berkata kepada karyawan: “Bersikaplah Positiv”
Saya menjalankan perilaku negatif
Hanya beberapa orang yang positif, selebihnya berperilaku negatif
Saya berkata kepada karyawan: “Utamakan Pelanggan”
Saya mengutamakan diri saya lebih dulu
Hanya beberapa orang yang mendahulukan pelanggan, yang lainnya tidak.

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar