BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia
dewasa ini sedang mengalami permasalahan di berbagai sektor khusunya sektor
ekonomi. Naiknya tingkat inflasi dan naiknya harga barang-barang serta
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika adalah dua contoh dari
sekian masalah yang tengah dihadapi dan harus diseleseikan oleh pemerintah.
Untuk tetap dapat bertahan dan memperbaiki kondisi yang ada, pemerintah harus
mengupayakan semua potensi yang ada. Saat ini tengah digali berbagai macam
potensi untuk meningkatkan penerimaan negara, baik yang berasal dari dalam
negeri maupun luar negeri. Namun menurut analisis dari sejumlah pakar ekonomi
menyatakan bahwa mengandalkan pinjaman dari luar negeri sebagai salah satu
sumber penerimaan negara hanya akan menjadi bumerang dikemudian hari, oleh
sebab itu potensi penerimaan dari luar negeri akan semakin dikurangi.
Berdasarkan hal tersebut maka Indonesia akan berusaha untk lebih meningkatkan
potensi penerimaan negara dari dalam negeri, dan tidak dapat dipungkiri lagi
bahwa pajak telah memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan negara.
Sejak dilakukannya
reformasi pajak yang pertama pada tahun 1984, diharapkan penerimaan pajak
sebagai sumber utama pembiayaan APBN dapat dipertahankan kesinambungannya.
Masalah kepatuhan pajak merupakan masalah klasik yang dihadapi di hampir semua
negara yang menerapkan sistem perpajakan. Masalah kepatuhan pajak dapat dilihat
dari segi keuangan publik (public finance), penegakan hukum (law enforcement), struktur organisasi
(organizational structure), tenaga kerja (employees), etika (code
of conduct), atau gabungan dari semua segi tersebut. Dari segi keuangan
publik, apabila pemerintah dapat menunjukkan pengelolaan pajak dengan baik serta
sesuai dengan keinginan wajib pajak, tentulah wajib pajak akan cenderung
mematuhi aturan perpajakan. Sebaliknya, apabila pemerintah tidak dapat
menunjukkan penggunanaan pajak secara transparan dan akuntabilitas, maka wajib
pajak akan cenderung enggan dan berat untuk memenuhi kewajibannya membayar
pajak.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Mengapa
penerimaan dari dalam negeri pada sektor pajak sangat penting bagi negara
2.
Bagaimana
upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak
C.
Tujuan
Tujuan kelompok
kami mendiskusikan masalah ini agar masyarakat mengetahui bagaimana upaya
pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak mengingat pajak telah memberikan
kontribusi yang besar bagi kelangsungan kehidupan suatu negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pentingnya
Pajak sebagai Salah Satu Sumber Penerimaan Negara dari dalam Negeri
Hingga awal
tahun 1980-an, penerimaan negara masih mengandalkan pada hasil penjualan minyak
gas dan bumi, namun karena sumber daya alam tidak dapat diandalkan lagi (akan
habis dan tidak tergantikan), maka pemerintah mengandalkan penerimaan pajak
sebagai sumber utama penerimaan APBN. Dalam kurun waktu 5 tahun yaitu tahun
2002 hingga 2006, kontribusi penerimaan perpajakan berkisar antara 67%-71% dan
penerimaan perpajakan cenderung terus meningkat jumlahnya secara absolut dari
tahun ke tahun seiring dengan kebutuhan dalam pembiayaan APBN. Pajak berfungsi
dalam pembiayaan (budgetair) pembangunan, terutama untuk keperluan
pengeluaran rutin seperti belanja pegawai, barang, termasuk pemeliharaannya.
Dengan pajak, roda pembangunan dapat berjalan dan membuka kesempatan kerja.
Dalam hal ini pajak juga berfungsi sebagai pendistribusian pendapatan
masyarakat. Dengan pajak suatu pemerintahan juga dapat menjalankan kebijakan
terkait dengan stabilitas harga sehingga tingkat inflasi dapat tetap dijaga.
Di bawah ini, kami menyajikan tabel yang berisi jumlah penerimaan negara
meliputi sektor pajak, bukan pajak serta hibah dalam kurun waktu delapan tahun
sejak tahun 2007 hingga tahun 2014. Dapat kami simpulkan bahwa tabel tersebut
menunjukkan memang sektor pajaklah yang memberikan kontribusi terbesar sebagai
penerimaan negara.
Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah),
2007-2014
|
|||||||||||||||
Sumber Penerimaan
|
2007 1)
|
2008 1)
|
2009 1)
|
2010 1)
|
2011 1)
|
2012 1)
|
2013 2)
|
2014 3)
|
|||||||
I.
|
Penerimaan Dalam Negeri
|
706 108
|
979 305
|
847 096
|
992 249
|
1 205 346
|
1 332 323
|
1 497 521
|
1 661 148
|
||||||
Penerimaan Perpajakan
|
490 988
|
658 701
|
619 922
|
723 307
|
873 874
|
980 518
|
1 148 365
|
1 310 219
|
|||||||
Pajak Dalam Negeri
|
470 052
|
622 359
|
601 252
|
694 392
|
819 752
|
930 862
|
1 099 944
|
1 256 304
|
|||||||
Pajak Penghasilan
|
238 431
|
327 498
|
317 615
|
357 045
|
431 122
|
465 070
|
538 760
|
591 621
|
|||||||
Pajak Pertambahan Nilai
|
154 527
|
209 647
|
193 067
|
230 605
|
277 800
|
337 584
|
423 708
|
518 879
|
|||||||
Pajak Bumi dan Bangunan
|
23 724
|
25 354
|
24 270
|
28 581
|
29 893
|
28 969
|
27 344
|
25 541
|
|||||||
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
|
5 953
|
5 573
|
6 465
|
8 026
|
- 1
|
0
|
0
|
0
|
|||||||
Cukai
|
44 679
|
51 252
|
56 719
|
66 166
|
77 010
|
95 028
|
104 730
|
114 284
|
|||||||
Pajak Lainnya
|
2 738
|
3 035
|
3 116
|
3 969
|
3 928
|
4 211
|
5 402
|
5 980
|
|||||||
Pajak Perdagangan Internasional
|
20 936
|
36 342
|
18 670
|
28 915
|
54 122
|
49 656
|
48 421
|
53 915
|
|||||||
Bea Masuk
|
16 699
|
22 764
|
18 105
|
20 017
|
25 266
|
28 418
|
30 812
|
33 937
|
|||||||
Pajak Ekspor
|
4 237
|
13 578
|
565
|
8 898
|
28 856
|
21 238
|
17 609
|
19 978
|
|||||||
Penerimaan Bukan Pajak
|
215 120
|
320 604
|
227 174
|
268 942
|
331 472
|
351 805
|
349 156
|
350 930
|
|||||||
Penerimaan Sumber Daya Alam
|
132 893
|
224 463
|
138 959
|
168 825
|
213 823
|
225 844
|
203 730
|
198 088
|
|||||||
Bagian laba BUMN
|
23 223
|
29 088
|
26 050
|
30 097
|
28 184
|
30 798
|
36 456
|
37 000
|
|||||||
Penerimaan Bukan Pajak Lainnya
|
56 873
|
63 319
|
53 796
|
59 429
|
69 361
|
73 459
|
85 471
|
91 083
|
|||||||
Pendapatan Badan Layanan Umum
|
2 131
|
3 734
|
8 369
|
10 591
|
20 104
|
21 704
|
23 499
|
24 759
|
|||||||
II.
|
Hibah
|
1 698
|
2 304
|
1 667
|
3 023
|
5 254
|
5 787
|
4 484
|
1 360
|
||||||
Jumlah
|
707 806
|
981 609
|
848 763
|
995 272
|
1 210 600
|
1 338 110
|
1 502 005
|
1 662 509
|
|||||||
Catatan
|
: Perbedaan satu digit dibelakang terhadap angka
penjumlahan karena pembulatan
|
||||||||||||||
1) LKPP
|
|||||||||||||||
2) APBN-P
|
|||||||||||||||
3) RAPBN
|
|||||||||||||||
Sumber
|
: Departemen Keuangan
|
A.
Upaya
Pemerintah dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak
Tingkat
kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain yaitu besarnya
penghasilan, tarif pajak, persepsi wajib pajak atas penggunaan uang pajak, perlakuan
perpajakan, pelaksanaan penegakan hukum, berat atau ringannya sanksi perpajakan
serta kelengkapan dan keakuratan database.
Dalam rangka
menjaga kesinambungan penerimaan pajak sebagai tulang punggung penerimaan
negara, Direktorat Jendral Pajak telah merumuskan dan melaksanakan kebijakan
peraturan perpajakan dan administrasi perpajakan (tax policy and
administrative reforms). Pada tahun 2002 didirikan satu Kantor Wilayah DJP
Wajib Pajak Besar dan dua Kantor Pelayanan Pajak DJP Wajib Pajak Besar. Latar
belakang pendirian kantor pelayanan pajak DJP wajib pajak besar tersebut adalah
untuk mengelola penerimaan pajak secara lebih progesional dengan
mengadministrasikan penerimaan pajak dari sejumlah kecil wajib pajak yang
memberikan kontribusi penerimaan pajak yang signifikan. Kantor Pelayanan Pajak
DJP Wajib Pajak Besar diharapkan mampu memberikan pelayanan yang lebih
profesional dan juga melakukan pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak. Dalam
rangka untuk menjamin kesinambungan penerimaan pajak sebagai sumber utama APBN
dan memberikan keadilan dalam berusaha, pemerintah perlu memperluas basis pajak
dengan meningkatkan jumlah wajib pajak yang terdaftar untuk memiliki NPWP dan
sekaligus kepatuhannya. Namun upaya tersebut akan menemui banyak kendala
mengingat orang cenderung untuk menghindari pajak atau melakukan manipulasi
pajak.
Pola konsumsi
negara yang cenderung boros merupakan penyebab meningkatnya pengeluaran negara
yang secara tidak langsung berdampak terhadap RAPBN yang melambung setiap
tahunnya. Pemerintah dalam hal ini fiskus sudah mengupayakan berbagai cara guna mencapai
tujuannya untuk mengamankan rencana penerimaan perpajakan tersebut, maka
Direktorat Jendral Pajak telah meyusun langkah-langkah strategis, yaitu :
1. Penyempurnaan sistem administrasi pajak sektor Pajak Pertambahan Nilai
dengan mereview ulang kebijakan pemberian Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
(NPPKP).
2. Penelitian ulang efektifitas Pengusaha Kena Pajak (PKP) dimana PKP yang
sudah tidak efektif lagi akan dicabut
NPPKP-nya.
3. Penyempurnaan sistem teknologi informasi yang berkaitan dengan Pajak
Keluaran – Pajak Masukan (PK-PM) seperti penggunaan faktur online, penyampaian
SPT online.
4. Pengawsan lebih intensif oleh fiskus pada sektor usaha tertentu
yang memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan perpajakan.
5. Pembinaan dan pemberian fasilitas perpajakan untuk sektor UMKM.
6. Meningkatan penegakan hukum di bidang perpajakan dan penyempurnaan
sistem piutang pajak secara online yang masih harus direvisi.
7. Melaksanakan program Sensus Pajak Nasional yang lebih terencana,
terarah, dan terukur untuk
meningkatkan jumlah penerimaan pajak.
8. Di dalam lingkungan fiskus dilakukan peningkatan kualitas SDM (AR,
Pemeriksa Pajak dan Juru Sita).
Penerapan
sanksi perpajakan baik administrasi (denda, bunga dan kenaikan) dan pidana
(penjara) mendorong kepatuhan wajib pajak. Namun penerapan sanksi harus
konsisten dan berlaku terhadap semua wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban
perpajakan. Database yang lengkap dan akurat mendorong kapatuhan wajib pajak
karena database menyediakan data dan informasi mengenai seluk beluk usaha wajib
pajak termasuk kepatuhan pembayaran dan pelaporan pajaknya secara akurat dan real-time.
Sehingga hal tersebut mendorong kepatuhan sukarela karena wajib pajak tidak
dapat menghindar dari kewajiban perpajakannya.
Upaya
pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak pada prinsipnya bertujuan untuk
meningkatkan kepastian hukum bagi wajib pajak, meningkatkan kepatuhan wajib
pajak, menciptakan iklim usaha yang sehat dan berkeadilan, meningkatkan
pelayanan perpajakan melalui peningkatan kualitas aparatur atau SDM perpajakan,
serta merupakan upaya untuk meningkatkan pendapatan negara.
BAB
III
KESIMPULAN
Pajak berfungsi
dalam pembiayaan (budgetair) pembangunan, terutama untuk keperluan
pengeluaran rutin seperti belanja pegawai, barang, termasuk pemeliharaannya.
Dengan pajak, roda pembangunan dapat berjalan dan membuka kesempatan kerja.
Berbagai penelitian dan juga data-data menyebutkan bahwa pajak meberikan
kontribusi yang besar sebagai penyumbang pendapatan negara dari dalam negeri.
Oleh karena itu, pemerintah selalu mengupayakan penerimaan pajak secara
maksimal dan optimal. Apabila penerimaan pajak mengalami kendala seperti banyak
yang mangkir dan memanipulasi kewajiban pajak wajib pajak, tentulah
kelangsungan hidup suatu negara akan goyah karena berkurangnya pendapatan
terbesar tersebut sedangkan RAPBN negara selalu mengalami kenaikan setiap
tahunnya.
DAFTAR PUSTAKA
4.
http://www.tempo.co/read/news/2012/08/18/090424368/Enam-Langkah-Pemerintah-Genjot-Penerimaan-Pajak
6.
http://www.tempo.co/read/news/2012/08/18/090424368/Enam-Langkah-Pemerintah-Genjot-Penerimaan-Pajak
1 komentar:
terimakasih bacaannya
Posting Komentar